Anggaran Wonosobo Diprioritaskan Tuntaskan Kemiskinan

Sekolah yang tak layak akibat tak diperhatikan

Sekolah yang tak layak akibat tak diperhatikan

Wonosobo –  Banyak kasus penggunaan anggaran yang tidak memprioritaskan pada pengentasan kemiskinan dan ketertinggalan. Atau secara sistemik tidak berusaha melihat masalah sebagai masalah. Contoh sederhana misalnya, mempercantik alun-alun untuk tujuan wisata, namun lupa dalam menata sistem dan objek wisata utama. Pembangunan yang tidak menyelesaikan masalah dan problem mendasar dalam masyarakat dapat dikatakan pembangunan yang menghasilkan sampah.  Hal itu diungkapan oleh Ahmad Munir Peneliti Anggaran Serayu Institut (SI) Wonosobo melalui telepon, Rabu (12/8/2015).

Menurutnya, kompetisi antar kelompok dalam menyusun agenda akan berlangsung sangat ketat. Hal ini terjadi, akibat proses pilkada yang mengandung unsure keterwakilan antar kelompok, misalnya antar partai politik, antar ormas, atau antar kelompok kepentingan lainnya.

“Dengan demikian, kelompok yang tidak memiliki elit, untuk mewakili suara, jelas akan semakin tertinggal dalam konteks pembangunan di Wonosobo, sudah tentu anggaran Wonosobo tidak berpihak pada penyelesaian masalah, yang bersifat mendasar, seperti kemiskinan dan ketertinggalan,” tambahnya.

Padahal, kata Munir anggaran yang berpihak pada yang prioritas, akan tampak pada kemudahan masyarakat miskin menerima layanan dari rumah sakit, atau kemudahan anak melanjutkan sekolah di lokasi manapun di Wonosobo. Atau kemudahan akses jalan antar satu lokasi dengan lokasi lainnya di Wonosobo.

“Tentu anggaran yang akan terwujud dalam pola pembangunan yang demikian, membutuhkan partisipasi masyarakat sebagai pengawal,” tuturnya.

Produk anggaran kabupaten Wonosobo akan terwujud dalam pembangunan. Pada prinsipnya pengelolaan anggaran harus mengedepankan prinsip ekonomi. “Modal yang sedikit untuk keuntungan jangka panjang di Wonosobo. Investasi paling penting adalah pada sektor ekonomi. Infrastruktur ekonomi perlu menjadi pilar utama, untuk meneguhkan kedaulatan ekonomi warga,” jelasnya.

Menurutnya, pada prinsipnya, pengelolaan anggaran harus mengandung unsur keperpihakan. Misalnya, berpihak pada desa yang belum teraliri listrik, berpihak pada desa yang tidak memiliki akses jalan yang layak, berpihak pada pedagang kecil di pasar tradisional, berpihak pada anak putus sekolah, dan sederet keperpihakan lainnya.

“Idealnya tercipta suatu sistem yang menjamin anggaran dapat diakses oleh kelompok lemah,” tuturnya.

Dengan demikian, kelompok masyarakat yang merasa kurang beruntung akan berjuang agar persoalan yang mereka hadapi bisa masuk didalam agenda atau menyiapkan diri jika suatu waktu permasalahan yang mereka hadapi berkembang menjadi krisis yang dipastikan akan menjadi perhatian publik dan para elit sehingga bisa masuk kedalam agenda.

Disebutkan, dalam menjawab berbagai masalah dan persoalan di Kabupaten Wonosobo, salah satu instrument standar yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah adalah intrumen kelembagaan, mengingat tata nilai dan tata keuangan selalu melibatkan aspek kelembagaan.

“Maka aspek kelembagaan bersifat substantif, termasuk lembaga swadaya masyarakat, yang bertugas mengawal pengelolaan anggaran di pemerintahan,” tegasnya.

Idealnya, akan tetap sama, bahwa pemerintah menggaransi orang miskin dapat berobat ke rumah sakit, bersekolah, mendapat hak untuk dapat bekerja. Pemerintah wajib menyediakan semua itu bagi yang kurang mampu, sebaliknya pemerintah memberikan kemudahan bagi yang mampu, untuk bekerja dan mengelola anggaran daerah untuk pembangunan dareah.

“Sinergi dalam penggunaan anggaran ini, akan mendorong pembangunan berjalan dengan efektif dan efisien, hasilnya semua masyarakat akan sejahtera,” tutupnya. (Red-HW55/Foto: harian wonosobo).

Leave a comment